
​
Adaptasi merupakan proyek partisipatif antara warga masyarakat dengan fasilitator yang ingin mengeksplorasi dan menggambarkan keseharian masyarakat di sekitar persisir menghadapi situasi bencana air akibat hujan dan naiknya air laut (banjir rob). Potensi kenaikan muka air laut yang terus menerus menghantui telah membentuk pola adaptasi pada kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan relokasi secara mandiri. Pola adaptasi ini dapat kita kenali secara unik, khususnya melalui cara mereka menggunakan benda keseharian untuk menyelamatkan benda dan melakukan aktivitas. Karya ini menjadi ingin menjadi gambaran bagi masyarakat umum akan kondisi sulit yang kerap dihadapi sebagian warga yang tinggal di dataran yang sama dengan tanah yang kita pijak, sekaligus mengkritisi masa depan yang rentan akan bencana air.

Hujan baru saja reda, namun jalanan kini dipenuhi air. Semakin malam menjelang, semakin tinggi. Terang bulan penuh berbinar menyertai selaras air membenamkan kaki-kaki kursi. Ya, malam ini banjir rob tiba kembali di ruang tamu....
Potret Kampung Kota dan Bencana Air






Muara Angke, di beberapa kawasan yang dahulu jarang terdampak banjir rob di masa lalu. Namun, beberapa tahun terakhir menjadi langganan banjir luapan air laut. Pada November 2021 terjadi banjir rob yang cukup parah hingga berdampak di lebih dari 7 RT.
Muara Baru, telah lama terdampak banjir rob dan banjir permukaan karena hujan. Salah satu lokasi yang menjadi saksi area daratan yang berubah menjadi perairan yaitu Masjid Waladunna dan komplek pergudangan di sekitarnya.








Pemukiman padat penduduk yang berjarak tidak kurang dari 1 km dari masjid tersebut juga telah merasakan bencana air di sekitar tempat tinggal mereka. Kebiasaan yang dijalani bertahun lamanya membentuk pola adaptasi. Mereka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, juga membentuk lingkungan agar sesuai dengan harapan mereka.





